BATAM, TENTANGKEPRI.COM – Ratusan buruh di Batam yang tergabung dalam Aliansi Koalisi Rakyat Batam menggelar unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Batam pada Selasa (25 /9/ 2023}.
Buruh meminta kenaikan Upah, penghapusan UU Omnibus Law, penghapusan parliamentary threshold, pengendalian harga hingga keadilan untuk masyarakat Rempang, Batam.
Yapet Ramon selaku Ketua Konsultan Cabang (KC) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, mengatakan unjuk rasa ini digelar karena keresahan yang berkembang di buruh, mulai kenaikan upah, kenaikan harga sembako, dan lainnya.
“Ada beberapa poin isu yang yang kami sampaikan. Pertama meminta Presiden Joko Widodo untuk mencabut UU Omnibus Law,” kata Yapet.
“Meminta Pemerintah Kota (Batam) dan Provinsi Kepri menaikkan upah minimum sebesar 15 persen. Permintaan kenaikan upah minimum itu karena kenaikan selama COVID hanya 0,7-0,8 persen. Kenaikan upah sebelum 2,5-5 persen. Sekarang ekonomi sudah mulai baik. Hitungan kami kenaikan upah memiliki defisit sehingga total 15 persen. Jadi total sekitar Rp 5 juta untuk tahun depan,” ujarnya.
“Untuk itu kita juga akan melakukan survei di pasar-pasar yang ada di Batam untuk mengetahui Kebutuhan Hidup Layak (KHL ),” tambahnya.
“Pemerintah harus mengontrol harga sembako, karena ini akan memiliki efek ke sembako lainnya,” ujarnya.
Yapet Ramon menegaskan buruh juga menolak rencana impor beras sebanyak 23 juta ton yang masuk ke Indonesia.
Kami juga meminta reforma agraria dan ketahanan pangan, meminta pemerintah agar mensejahterakan petani. Jangan sampai petani tidak dapat lahan, pupuk, bibit dan hasilnya sulit didistribusikan ke pasar,” tambahnya ujarnya.
Buruh juga meminta penghapus parliamentary threshold 4 persen. Aturan itu dinilai mematikan demokrasi dan partai politik yang ikut bertarung di Pemilu 2024.
“Meminta Parliamentary Threshold 4 persen dihapus. Hal itu akan berimbas pada partai kecil seperti partai buruh,” ujarnya.
Pada poin tuntutan buruh yang terakhir, mereka meminta keadilan bagi masyarakat Rempang. Buruh meminta pemerintah jangan menjadikan masyarakat Rempang sebagai objek pembangunan tapi harus dijadikan subjek.
“Kami tidak menolak investasi dan pembangunan, pemerintah harus memperhatikan masyarakat Rempang. Kami meminta keadilan masyarakat di Pulau Rempang,” ujarnya.(*)